Hari demi hari Karra lalui dengan tegar, mencoba sekuat tenaga untuk tegar lebih tepatnya. Yang harus dilakukan Karra hanyalah menjaga sikap, perilaku, dan tentunya perasaan di depan Wira. Ga sekedar di depan Wira, tapi juga di depan Tita bahkan mungkin di depan semua teman-temannya. Sanggupkah Karra, berpura-pura?
Pagi itu nampaknya cuaca kurang bersahabat. Langit kelabu, hembusan udara dingin menusuk kalbu. Sepertinya ada yang salah dengan dresscode Karra yang malah pake baju lengan pendek non cardigans, bolero, sweater, atau jaket. Kesalahan pun nampaknya terjadi di ruang kuliah pagi itu yang full AC plus kesalahan dari dosen juga nampaknya. Pelajaran pagi itu termasuk pelajaran yang lagi-lagi cukup abstrak. Secara, Karra tu ga handal bahkan ga bisa diandalkan sama pelajaran yang butuh kecekatan dan ketelitian dalam hitung menghitung yang penuh angka-angka dan simbol-simbol canggih itu. Otomatis Karra kurang bersemangat lah pagi itu. Hanya cemilan lah yang menyemangati Karra, permen lollipop, haha.
Nampaknya, dosen yang dijuluki “darling” itu telat dateng. Seperti biasa, ga ada dosen artinya ga ada yang ga berisik. Dari yang ngegosip ria, ketawa-ketiwi, makan-makan, tapi ada yang anteng banget tuh kayaknya, ngerjain raker praktikum, haha. Secara ya abis pelajaran abstrak itu bakal dilanjutin sama prkatikum pelajaran yang maha abstrak, fisika. Otomatis lah anak-anak rajin nan ceria itu baru ngerjain raker pagi-pagi. Tapi kali ini Karra ga termasuk golongan rajin itu ya, haha. Tiba-tiba ada yang menghampiri tempat Karra yang sedang bergosip ria, siapa lagi kalo bukan, jeblak!
Wira: “ Karra, ada lambang kampus ga? “
Karra: “ Laambang? Logo kali maksud lu? “
Wira: “ Ahaha iya, buat raker nih. “
Karra: “ Ada tuh di tas gue di tempat duduk gue di depan, bentar.” [bangkit dari tempat duduk]
Wira: “ Eh, biar gue aja yang ngambil, tas lu yang mana? ” [megang pundak Karra, nyuruh duduk]
Karra: “Ah ribet nyari-nyari, udah gue aja.” [bergegas ke depan]
Wira: [hanya bisa diam menunggu]
Karra: “ Nih logonya, ambil aja semua.“
Wira: “ Gue cuma butuh satu kok lambangya.“
Karra: “ Itu namanya logo, Wira.”
Wira: “ Lambang, Karra.”
Karra: “ Logo.“
Wira: “ Lambang.”
Karra: [nyerah]
Wira: [cengar-cengir]
Karra: “ Dikira lambang bilangan apa.“ [bergumam dalam hati]
*****
Dosen pun datang. Anak-anak pun berhamburan kembali ke tempat duduk mereka masing-masing. Tanpa Karra sadari, di seberang kanan Karra duduklah seseorang yang tiada lain tiada bukan adalah Wira. Tiba-tiba, jeblak!
Wira: “ Karra, Karra, Karra. “ [berbisik]
Karra: [pura-pura ga denger]
Wira: “ Kaaraaa.” [berbisik dengan suara agak meninggi]
Karra: “ Apa sih, Ra? “ [terpaksa nengok]
Wira: “ Minta duit.” [muka bocah]
Karra: “ Hah? Minta lah sama bokap nyokap lu.”
Wira: [cengar-cengir]
Karra: [berdecak]
Dua jam pun usai. Kalo lagi pelajaran abstrak tu rasanya dua jam kayak dua tahun deh. Udah pelajarannya abstrak ditambah dosennya abstrak ngejelasinnya, jadilah raut muka anak-anak sekelas ikutan abstrak, haha. Karra sengaja keluar akhir-akhir karena males ngejalanin ritual, desak-desakan. Eh ternyata ada yang lebih paling akhir lagi dari Karra. Siapa lagi kalo bukan, Wira, dan tiba-tiba, jeblak!
Wira: “ Ra, sekarang gue beneran minta duit ni, recehan buat bayar parkir, hehe. “
Karra: “ Iyaiya, bentar gue liat dulu ada apa ga. “ [mendadak berhenti di tengah jalan]
Wira: “ Asik, Karra emang paling baik sedunia. “ [muka lebai]
Karra: “ Le-bai.”
Wira: [cengar-cengir]
Karra: “ Yah, ga ada Ra, sori ya.”
Wira: “ Yah, yaudah deh gapapa.” [bergegas pergi]
Tita: “ Hadeuh, kalian ngalangin jalan deh.”
Karra: “ Eh, Tita, sori.” [kaget]
Tita: “ Mau kemana, Ra, abis ni? “
Karra: “ Gue mau makan dulu di kantin situ, udah ditunggu Fara sama Dena, lu? ”
Tita: “ Oh, gue juga mau makan sama temen-temen, tapi gatau dimana, hehe.”
Karra: “ Oke, gue duluan ya, Ta.”
*****
Karra pun bergegas menyusul Fara dan Dena ke kantin yang bisa dibilang kantin sejuta umat. Gimana ga sejuta umat. Itu kantin selalu aja rame dipenuhin orang-orang dari berbagai latar belakang fakultas, haha. Selain sejuta umat, itu kantin nampaknya pengen dapet predikat kantin gaul deh. Gimana ga gaul. Akhir-akhir ini kantin itu sering memutarkan lagu-lagu yang ga kira-kira, dari lagu perjuangan, keroncong, sampe lagu galau pun ada, haha. Kali itu lagu yang diputer galau banget, lagu Kerispatih yang judulnya Bila Rasaku ini Rasamu, sadis ga tuh. Lagu galau itu pun sangat mendukung cuaca yang daritadi pagi masih aja mendung kelabu. Dan pastinya mendukung banget buat Karra menggalau, haha.
Fara dan Dena nampaknya sudah memesan makanan. Namun nampaknya Karra ga bergairah untuk makan. Jadilah dia duduk aja sambil menikmati lagu galau yang mendukung cuaca galau yang juga mendukung Karra buat menggalau tentang siapa lagi kalo bukan Wira. Alhasil, ngelamun deh tu si Karra. Udara dingin kali itu juga sempet bikin Karra ngerasa kedinginan. Secara, saltum (salah kostum) banget si Karra, udah tau dingin malah pake baju lengan pendek. Lalu tiba-tiba aja lamunan Karra membuyar karena, jeblak!
Wira: “ Hey guys, enak nih kayaknya.” [muka laper]
Fara dan Dena: “ Makan-makan, Ra.”
Karra: [kaget]
Wira: “ Karra kok ga makan? Sakit? “
Karra: [geleng-geleng]
Wira: “ Terus kok kayanya sakit gitu? “ [muka kepo]
Karra: “ Gue kedinginan, ra, lupa bawa cardigan tadi. “ [terpaksa ngomong]
Wira: “ Mau pake sweater gue? “ [muka baik]
Karra: “ [geleng-geleng]
Wira: “ Tapi sweater gue belum dicuci, haha.” [muka tengil]
Karra: [makin geleng-geleng]
Oyampun, berasa Wira ada dimana-mana ya. Jangan-jangan tu anak masih muter-muter nyari recehan. Berdasarkan kejadian-kejadian kali ini, bisa ditarik kesimpulan kalo Wira itu ga bisa diem banget ya alias hiperaktif. Karra pun makin galau jadinya, yaelah. Gimana bisa Karra ngejaga sikap, perilaku, sama perasannya di depan Wira kalo tingkah polah Wira kayak gitu terus. Oyaampun, tersiksa batin banget deh tu si Karra.
*****
Seusai makan, lanjut lagi dengan praktikum maha abstrak itu, fisika. Karra agak males ya sama praktikum itu. Bukan karena materi praktikum nya, tapi ya karena siapa lagi kalo bukan Wira. Setiap mau masuk ruang praktikum itu, Karra selalu was-was dan mikir-mikir mau duduk di bangku sebelah mana. Kalo sampe salah pilih bangku, bisa-bisa Karra dapet tempat yang pas hadap-hadapan sama si Wira. Kali itu, Karra buru-buru masuk lab awal-awal biar bisa bebas milih bangku keberuntungannya. Akhirnya duduklah Karra paling pertama disusul temen-temen sekelompoknya. Arya duduk di sebelah Karra dan pas di seberang Karra adalah jeng-jeng, Wira, yaelah.
Praktikum berjalan sekenanya. Anak-anak banyak yang bercanda-canda selama jalannya prakitkum. Asisten praktikumnya juga santai sih. Jadi ya sah-sah aja kalo berisik, asal ga keterlaluan berisiknya. Arya yang sedaritadi diem aja di sebelah Karra pun akhirnya angkat bicara juga.
Arya: “ Eh, Ra, sebenarnya pas lu presentasi kemaren tu, gue mau nanya loh.”
Karra: “ Ohya, kenapa ga jadi nanya? ”
Arya: “ Ah males, uda ada yang nanya duluan.”
Karra: “ Hoh.”
Karra sama Arya emang masih terlihat canggung satu sama lain. Secara Arya tu pendiem dan terlihat agak congkak. Sementara Karra sebenarnya ga bisa diem, tapi ya ga selebai dan senorak Wira juga, haha. Tiba-tiba perbincangan pun berlanjut. Kali ini Karra yang mencoba memulai lebih dulu.
Karra: “ Eh ya, lu di asrama mana?”
Arya: “ X3, lu?”
Karra: “ Y1, gimana asrama cowo? “
Arya: “ Ya gitu deh, aneh-aneh aja.”
Karra: “ Aneh gimana?”
Arya: “ Aneh-aneh aja tingkah orang-orang. Tapi gue termasuk rajin loh, rajin nyuci, ngepel, ngaji, haha.”
Karra: “ Ngaji?”
Arya: “ Yaiyalah, gue kan sekamar sama ketua RT lorong gue, haha.”
Karra: “ Ahahah.”
Arya: “ Asrama cewe gimana? Denger-denger serem tuh? “
Karra: “ Emang banyak cerita seremnya, kan dibalik tembok tempat jemuran belakang itu ada kuburannya, Ya.”
Arya: “ Oh, kalo di tempat gue sih katanya ada yang pernah liat di kamar mandi ada cewe rambut panjang gitu.”
Karra: “ Nahlo, ati-ati kalian digodain.”
Arya: “ Pasti lah digodain. Kita kan ganteng, haha.”
Karra: “ Ahahaha, narsis banget deh lu.”
Ternyata Karra dan Arya cepet akrab juga. Obrolan terus berlanjut sampe hal-hal yang ternyata menunjukkan beberapa kegemaran mereka yang sama. Karra dan Arya sama-sama suka baca novel bergenre sama, film-film yang mereka sukai juga bergenre sama. Namun, obrolan pun terhenti ketika sontak anak-anak sekelas menyoraki mereka.
Anak sekelas: “ Cieeeeeee Karra sama Arya! Cihuy.”
Karra dan Arya: [saling menjauhkan bangku]
Anak sekelas: “ Wah skandal ni, hahahaha.”
Emang dasar norak ya tu anak-anak. Ya gimana ga disorakin juga. Abisnya itu Karra sama Arya sedaritadi keliatan asik ketawa-ketiwi sendiri, eh berduaan deh, haha. Lalu, tiba-tiba aja, jeblak!
Wira: “ Kalian jadian? ” [menatap ke arah Arya]
Arya: [geleng-geleng]
Karra: [muka cengo]
“ Dodol banget sih lu, Wira, bisa-bisanya mikir senorak itu. Kenapa lu nanya ke Arya doang. Tanya gue juga dong, Wira. Gimana bisa gue jadian sama Arya. Gue ga suka sama Arya. Gue suka nya sama lu, Wira. Andai lu tau, andai. Yang gue bisa sekarang cuma ngeboongin perasaan gue di depan lu. Iya, itu yang gue lakuin selama ini. Gue bener-bener ada di posisi yang sulit banget. Dan itu rasanya nyiksa banget, Ra, nyiksa banget. Andai lu tau, andai lu ngerti gimana posisi gue sekarang.”
*****
Suatu malam, kamar Karra nampak sepi. Sepertinya sedang tidak ada topik yang menarik untuk diperbincangkan. Namun, Karra tak kuasa menahan. Hingga akhirnya Karra pun angkat bicara.
Karra: “ Sep, kok bisa ya ada cowo macem begitu di dunia ini? ”
Septi: “ Maksud lu siapa, Ra? ”
Tita: “ Siapa emangnya, Ra? “
Oyaampun, teledor banget deh si Karra. Di kamar lagi ada Tita. Gimana bisa dia cerita soal Wira ke Septi. Karra pun buru-buru mengubah pikiran secepat kilat dan berusaha untuk berkamuflase secara apik.
Karra: “ Itu si Arya.” [muka kamuflase]
Tita: “ Hah? Arya tu yang mana ya? “
Septi: “ Duh, deskripsiin deh, Ra. Gue kan ga sekelas sama kalian.”
Karra: “ Itu loh, Ta, yang tinggi kurus, kadang pake kaca mata kadang ngga. Pendiem sih emang orangnya.”
Septi: [menyimak]
Tita: “ Oh, pantes. Eh bentar, yang mirip Ahmad bukan sih? Suka bareng kan mereka kalo ga salah.”
Karra: “ Iya itu. Emang suka bareng sih, tapi ga mirip ah perasaan.”
Tita: “ Terus yang maen basket kemaren bukan bareng Wira? “
Karra: “ Hah? Oya? Gatau gue kalo itu. Tapi setau gue Arya emang anak basket.”
Tita: “ Oh, berarti bener yang itu, Ra. Besok tunjukkin ke gue deh kalo ketemu, hehe.”
Septi: “ Terus masalahnya apa, Ra?”
Karra: “ Iya kok bisa ada cowo se-sok cool plus se-congkak itu?”
Septi: “ Terus kenapa, Ra? Lu ga suka? Apa suka jangan-jangan? Hayooo.”
Karra: “ Eh, bukan gitu maksudnya. Udah ga gitu lagi kok dia. Udah mulai akrab gue sama dia. Awalnya sih emang sok cool gitu, tapi ternyata asik juga kok orangnya.”
Septi: “ Tuh kan, cieee.”
Karra: [muka kamuflase gagal]
Tita: “ Lumayan kok menurut gue, Ra. Sama dia aja udah.”
Karra: “ Ga lah, udah punya cewe dia.”
Septi: “ Yah, cewenya anak sini juga?”
Karra: “ Ga sih, anak daerahnya.”
Tita: “ Yaudah sih, jauh ini cewenya, haha.”
Karra: “ Ngaco deh lu, ta, haha.” [muka kamuflase gagal total]
Emang dasar Karra yang ga bakat berkamuflase kali ya. Jadinya kacau begitu obrolannya. Niatnya ngebahas Wira, eh malah jadi Arya. Namun, tiba-tiba aja Tita mendadak mau pergi.
Tita: “ Ampun deh, gue lupa! Gue ada janji sama temen gue jam segini.”
Septi: “ Mau kemana, Ta? “
Tita: “ Ke asrama seberang, Sep.”
Karra: “ Lama ga, Ta? “
Tita: “ Bakal lumayan lama sih kayanya.”
Septi: “ Oh, oke. Jangan lupa bawa kunci kamar.”
Tita: “ Oke.” [bergegas pergi]
Berasa abis ketiban duren terus makan duren. Inilah saat yang tepat bagi Karra buat ngomongin soal Wira ke Septi. Karra pun segera mengutarakan curahan hatinya ke Septi.
Karra: “ Sep, ada yang mau gue omongin ke lu.”
Septi: “ Iya apa, Ra? Selow aja sama gue mah.”
Karra: “ Tapi lu janji ya, jangan bilang-bilang ke Tita.”
Septi: “ Waduh, okelah, apa? Gue siap dengerin.”
Karra: “ Jujur ni, Sep. Gue suka sama Wira.” [muka pasrah]
Septi: “ Hah??? Wira??? Wira temen sekelas kalian? Wira temen SMA-nya Tita? Wira cowonya temen Tita? “ [kaget]
Karra: [ngangguk]
Septi: “ Kok bisa, Ra? Sejak kapan? “
Karra: “ Sejak awal masuk kuliah, yang sebulan itu.”
Septi: “ Ya ampun. Kenapa baru cerita sekarang, Ra?”
Karra: “ Gue bingung gimana ceritanya, Sep. Gue ada di posisi yang sulit banget, lu tau sendiri kan. Gue… [mulai terisak]
Septi: “ Ya ampun, Kaaraaa. Udah, cupcupcup.” [menenangkan Karra]
Terlepas itu langkah yang benar atau salah. Setidaknya, sekarang Karra tidak lagi merasa sendiri karena ada Septi di sisi Karra.
-to be continued-