2012
Pagi itu di ruang kuliah yang terkesan sejuk,
anak-anak malah nampak sedang riuh membicarakan nilai mereka, apalagi kalo
bukan nilai fisika. Terlihat Karra yang sedang membawa buku dan berjalan ke
arah seseorang.
Karra:
“Arya.“ [menghampiri Arya]
Arya:
“ Ada apa, Ra? “
Karra:
“ Ini hasil perhitungan praktikum kemaren, tapi belum gue koreksi lagi.”
Arya:
“ Oke, ntar sambil gue periksa lagi deh.”
Karra:
“ Eh, gimana nilai fisika lu?”
Arya:
“ Jelek banget, haha, lu?”
Karra:
“ Gue juga kali. Cuma bener belasan, haha.”
Arya:
“ Gue satuan dong, haha.”
Wira:
“ [tiba-tiba menghampiri Karra dan Arya]
Karra:
[muka kaget]
Wira:
“ Eh, eh, lagi pada ngomongin apaan sih? “ [nyamber kaya petir]
Arya:
“ Fisika, haha.”
Wira:
“ Emang nilai fisika lu berapa, Ra?”
Karra:
“ Gue sensitif ditanya nilai.” [bergegas pergi]
Wira:
[muka cengo]
Jelaslah lah Karra sensitif ditanya
nilai fisika sama si Wira, ga terlepas dari kejadian kemarin. Sejak itu, Wira
mendadak jadi copycat yang selalu bilang “ Gue sensitif ditanya nilai” setiap
ditanya nilai sama orang-orang. Sebagai contoh, beberapa menit setelah itu.
Akbar:
“ Eh, Ra, nilai Sosum udah keluar noh ditempel di Asrama. Lu berapa? ”
Wira:
“ Gue sensitif ditanya nilai.” [ngikutin gaya Karra]
Sontak lah Karra yang berada ga jauh
dari tempat mereka ngobrol itu langsung mencak-mencak. Karra semakin ga ngerti
sama tingkah polah Wira. Herannya, setiap dibikin kesel sama Wira, Karra tu
cuma bisa diem terus bukannya marah eh malah galau, yaelah.
*****
Siang harinya, Karra, Fara, Dena,
Akbar, dan Bima makan siang bersama di suatu kantin. Mereka berlima terbilang
cukup akrab meskipun Akbar dan Bima lebih sering menghabiskan waktu bersama
Wira and the boy band plus girl band nya itu alias Rahma, Hani, Safi, dan Mela.
Topik pembicaraan sembari makan siang itu nampaknya seru.
Bima:
“ Eh eh, uda pada nonton film 2012 belom? “
Dena:
“ Belum tuh, Ma. “
Fara:
[geleng-geleng]
Karra:
“ Belom. Tapi besok gue mau nonton sama sohib gue di Jakarta.”
Akbar:
[menyimak]
Bima:
“ Pulang lu, Ra, besok? Pulang mulu, dasar homers, haha.”
Karra:
“ Sial, apa bedanya sama lu, homers juga, haha.”
Akbar:
“ Eh besok kita-kita juga mau nonton loh.”
Fara:
“ Kita-kita tu siapa deh? ”
Akbar:
“ Gue, Bima, Wira, Kevin, Rahma, Hani, Safi, Mela, and many more lah. Lu ikutan
aja kalo mau.”
Dena:
“ Yah, tapi Karra besok pulang.”
Fara:
“ Iya lu, Ra, jangan pulang sih.”
Karra:
“ Bukannya gitu. Gue udah janji nonton 2012 sama sohib gue itu dari jauh-jauh
hari. Maap ya temen-temen.”
Bima:
“ Yaudah sih Karra ini, biarin. Lu berdua aja yang ikut, haha.”
Akbar:
“ Yaelah, paketan amat sih lu bertiga, udah kaya sms, haha.”
Karra:
“ Sial lu, haha.”
*****
Sore harinya, anak-anak terlihat
bergegas ke ruang kuliah yang terbilang gaul itu. Gimana ga gaul. Itu ruang
kuliah ibarat bioskop. Bangku-bangku di ruang kuliah itu memang tertata apik
layaknya kursi bioskop plus layar LCD setaraf layar lebar. Suasana ruang kuliah
pun ga beda jauh sama suasana bioskop yang full AC, lebih tepatnya AC alam.
Bedanya, kalo di bioskop kita bisa terkesima sama film yang diputer di layar,
nah kalo di ruang itu kita bisa sangat-sangat terkesima sama slide kuliah yang
diputer di layar. Saking terkesimanya, kita sampe terlena dan tertidur pulas
dibuatnya, haha.
Karra dan Tita nampak berjalan bersama
menuju ruang kuliah itu. Secara ya itu kuliah kelas besar, jadinya ga jarang
Karra bisa berangkat bareng Tita. Nampaknya orang yang berjalan di belakang
Karra dan Tita tidak asing lagi bagi Karra dan Tita tentunya. Orang itu adalah
siapa lagi kalo bukan Wira. Karra langsung tersadar keberadaan Wira di
belakangnya. Tersadar karena suara canda tawa Wira. Sepertinya hidup Wira tu
mulus-mulus aja ya, penuh canda tawa setiap harinya. Menyadari hal itu, Karra
pun segera berpikir cepat menghindari hal-hal konyol yang mungkin akan terjadi.
Karra spontan mengajak Tita berbelok ke arah toko jajanan yang berada ga jauh
dari situ. Harapan Karra adalah Wira bakal jalan lebih dulu jadinya ga bakal
berpapasan dan sejenisnya lah, intinya ga ketemu.
Tita:
“ Eh, Ra, mau kemana? “
Karra:
“ Ke toko situ yuk, beli cemilan. Yakin lu bisa bertahan kuliah nanti tanpa
cemilan? Ada juga tidur lu ntar, haha.”
Tita:
“ Haha bener juga. Mau beli permen ah gue biar ga ngantuk.”
Karra:
“ Nah bener tu. Gue juga mau beli choki-choki.”
Selang beberapa menit, setelah
membeli cemilan-cemilan itu, mereka pun bergegas melanjutkan perjalanan lagi
menuju ruang kuliah. Alih-alih Karra mau menghindari Wira, eh malah terjadi hal
sebaliknya. Kamuflase Karra kali ini gagal lagi karena tiba-tiba, jeblak!
Tita:
“ Oi, Wira.”
Wira:
[menghampiri Karra dan Tita]
Tita:
“ Abis jajan itu lu? Apaan tu? “
Wira:
“ Iya nih kue-kue an, laper gue, hehe.”
Karra:
“ Kue-kue an? Kue maenan berarti.” [bergumam dalam hati]
Tita:
“ Kita sekelas besar tapi malah jarang ngobrol-ngobrol ya, Ra.”
Wira:
“ Haha, iya juga ya ta. Wew, minuman tu dingin, seger kayanya.” [mengalihkan
pandangan ke arah minuman yang dipegang Karra.”
Karra:
[memicingkan mata lalu tersenyum terpaksa]
Tita:
“ Yuk yuk, jalan ke kelas. Udah pada rame tuh.”
Berasa kesamber petir lagi tu si
Karra. Oyaampun, bisa ga sih sehari aja hidup Karra terbebas dari Wira. Karra
bener-bener ga abis pikir. Kali ini Karra ga boleh gagal berkamuflase lagi.
Saatnya mencari tempat duduk yang aman dan nyaman plus ga terjangkau dari
keberadaan Wira. Tapinya ya seperti biasa, tempat duduk Karra udah dipesen
khusus alias di take-in sama Fara dan Dena. Karra terpaksa deh duduk di samping
Fara dan berharap ga bakal ada yang duduk di sebelahnya. Karena bangku di
sebelah Karra itu kosong jadinya was-was juga. Hal sebaliknya pun terjadi lagi
karena tiba-tiba aja ada yang duduk di sebelah Karra. Siapa lagi kalo bukan,
jeblak!
Wira:
“ Ra, bisa bukain ini ga? Bungkus plastiknya susah dibuka, tangan gue licin,
hehe.” [muka standar]
Karra:
“ Mana sini, gue coba dulu ya.” [muka terpaksa]
Wira:
“ Yah lama deh, keburu laper.” [muka mulai tengil]
Karra:
“ Ya ini bungkusnya juga licin. Nih, udah.”
Wira:
“ Ga jadi deh, buat lu aja.”
Karra:
[muka cengo]
Wira:
[cengar-cengir]
Karra:
“ Fara, lu mau ga nih kue? dari Wira.”
Fara:
“ Mana sini, gue laper, makasih-makasih.” [muka polos]
Kejadian itu sempet bikin Karra
ketawa, tapi ketawa yang ditahan tentunya. Sebenarnya Karra ga kesel sama Wira.
Justru Karra seneng. Karra emang suka sama Wira yang ga kenal mati gaya, blak-blakan,
ekspresif, plus autis. Terlepas dari semua tingkah polah Wira itu ya intinya
Karra suka sama Wira pada pandangan pertama. Untungnya setelah kejadian itu,
Wira langsung pindah tempat duduk di deket boyband and girlband nya itu
tentunya. Jadinya Wira nyamperin tempat Karra cuma buat minta tolong bukain
plastik bungkus kue? Oyaampun.
*****
Seperti biasa, kuliah bioskop itu
berlangsung dengan hening. Bukan keheningan yang berarti anak-anak menikmati
slide demi slide kuliah yang diputar di layar, tetapi keheningan sejati dari
anak-anak yang sedang menikmati alam mimpinya, haha. Dua jam pun terlewati
sudah. Saatnya mimpi anak-anak sejati itu berakhir pula. Namun ternyata ada
juga seseorang yang tak kunjung terbangun dari mimpinya. Ternyata pula, orang
yang bersangkutan itu duduk di bangku paling ujung deket pintu keluar. Otomatis
terhambatlah itu jalan anak-anak yang mau keluar kelas. Alhasil, terjadi lah
kehebohan.
Wira:
“ Aduh itu kenapa lagi yang depan jalannya lama amat.”
Karra:
[tidak sengaja mendengar keluhan Wira]
Wira:
“ Deuh, bikin gue sensitif aja deh ni. Iya ga Karra? ”
Karra:
[ngangguk]
Wira:
“ Apalagi kalo ditanya nilai, makin sensitif deh, haha.” [muka tengil]
Karra:
[menghembuskan nafas]
Untungnya, antrian itu ga
berlangsung lama. Lalu lintas jalan keluar kembali lancar. Karra dan Wira
nampak berada tidak jauh. Karra pun mencoba memberanikan diri memulai sesuatu
yang tanpa Karra kira bakal berdampak fatal untuk kehidupan Karra selanjutnya.
Karra:
“ Ra, kenapa sih lu, ngikutin kata-kata gue mulu? Daritadi ya itu.”
Wira:
“ Gue kan ngefans sama lu, Karra.” [cengar-cengir]
Karra:
“ Yang ngefans sama gue banyak kali.” [bergegas pergi]
Jujur, Karra kurang terima sama
jawaban Wira itu. Bagi Karra, itu jawaban standar, jawaban aman, yang ga bisa
ngejawab kegalauan Karra selama ini. Jawaban itu justru membuat Karra makin
galau. Karra secepat mungkin meninggalkan tempat itu. Tanpa Karra sadari, ada
seseorang yang mengikuti langkah cepat Karra dan berhasil mendahului bahkan menghentikan
langkah Karra.
Wira:
“ Karra, besok ikut nonton ya.” [kali ini muka serius]
Karra:
“ Nonton? ” [kaget]
Wira:
“ Iya, besok siang abis selese kuliah.”
Karra:
“ Tapi gue…” [belum selese ngomong]
Wira:
“ Jangan pulang.”
Karra:
“ Bukan gitu, gue ada janji nonton juga
sama temen gue di Jakarta. Jadi…” [belom selese ngomong]
Wira:
“ Yah, ikut ya pokonya.” [bergegas meninggalkan Karra]
Karra:
[muka cengo]
Demi apapun. Itu Karra diajak nonton
sama Wira? Ya emang nonton bareng anak-anak sih. Tapinya ya itu Wira sendiri
yang ngajak Karra secara langsung. Karra spontan merasakan sensasi yang jelas
beda dibanding sewaktu tadi diajak Bima sama Akbar. Sensasi itu adalah sensasi
rasa kegirangan yang tiada tara. Tapi, mungkinkah Karra mengikuti ajakan Wira sementara
di hari yang sama Karra harus pulang menemui sahabat nya yang sudah kepalang
janji untuk nonton bareng? Sungguh itu pilihan yang sulit bagi Karra. Hari itu
mungkin akan menjadi hari tergalau bagi Karra. Di sela-sela pikiran Karra yang
mendadak kacau, tiba-tiba aja ada yang memanggil Karra.
Arya:
“ Karraaa.”
Karra:
“ Arya.”
Arya:
[menghampiri Karra]
Karra:
[muka masih cengo]
- to be continued -