In The Lift We First Meet (8)

Drama Queen

          Tidak terasa tiga bulan terlalui sudah. Ritual wajib perkuliahan, Ujian Tengah Semester alias UTS, pun sudah terlalui. Yang akan dan sedang dilalui adalah ritual kegalauan nilai ujian, haha. Emang dasar itu pelajaran yang maha abstrak atau emang dasar si Karra yang bener-bener ga bakat dalam hal keabstrakan, fisika. Itu nilai fisika Karra jelek banget. Dari 30 soal pilihan, cuma segelintir jawaban Karra yang bener, haha. Karra pun sampe meneteskan air mata loh gara-gara itu. Apakah Karra benar adanya Karra menangis gara-gara nilai fisika nya itu?
     Sore itu, cuaca sedikit mendung. Namun nampaknya Karra ceria-ceria aja. Sementara Fara dan Dena nampak hampir ikutan mendung juga tuh. Karra, Fara, dan Dena berjalan ke tempat yang mendadak ngetrend saat itu, Mading (majalah dinding) nilai UTS, haha. Sesampainya di sana, terlihat lah segerombolan anak-anak dengan tingkat ke-kepo-an yang tinggi. Sebaliknya, Karra yang terlihat tenang. Emang dasar mati rasa kali ya tu si Karra. Jelas-jelas, waktu UTS, Karra ga bisa ngerjain soal-soal maha abstrak itu. Sekarang malah sempet-sempetnya berharap ada petir pembawa keajaiban buat nilai fisika Karra, harapan semu, haha.
        Fara dan Dena dengan tingkat ke-kepo-an yang cukup tinggi akhirnya berusaha sekuat tenaga menerobos segerombolan orang itu ke barisan paling depan. Karra pun mengikuti aksi mereka berdua.
Fara: “ Bener berapa lu, Ra? “ [muka sedih]
Karra: “ Hm, 13 deh tadi kayanya.” [muka tanpa penyesalan]
Fara: “ Mending, gue 11.” [makin sedih]
Karra: “ Masih banyak yang lebih jelek kok, tenang-tenang.” [muka tanpa rasa bersalah]
Fara: [muka mendung]
Dena: [muka lebih mendung]
       Setelah aksi ke-kepo-an itu, mereka pun bergegas kembali ke asrama. Di tengah perjalanan kembali ke asrama, tepatnya di pinggir jalan, tiba-tiba aja, jeblak!
Mita: “ Denaaaaa.” [melambaikan tangan]
Dena: “ Eh Mitaaa.” [melambaikan tangan juga]
Wira: [muka tertutup helm, pandangan lurus ke depan]
Karra: “ Itu tadi siapa, Na, yang naek motor? Itu Wira kan yang di depan?” [penasaran]
Dena: “ Iya. Itu Wira sama cewenya, Mita.” [menjelaskan]
Karra: [muka berasa kesamber petir]
Dena: “Mita itu temen se-asrama aku, kamarnya di seberang kamar aku.” [menjelaskan]
Karra: “ Oh.” [muka stay cool]
Fara: [menyimak]
Dena: “ Lucu deh, Mita kan suka nanya-nanya soal Wira kalo di kelas gimana. Aku jawab aja Wira lucu, suka bikin ketawa, hehe. Kata Mita ya Wira emang begitu.”
Karra: [muka cengo]
Fara: [masih setia menyimak]

“ Apaaa???? Aaaa, dunia berasa sempit banget buat gue sekarang. Kenapa mesti Dena? Temen deket gue. Kenapa yang ada di deket gue mesti ikutan terlibat. Demi apapun, gue ga nyalahin mereka. Gue pun ga nyalahin cewenya Wira yang pake acara minta tolong ke si Tita segala sampe akhirnya gue tau segalanya. Gue terlalu cukup tau segalanya. Gue udah terlalu cukup tau tentang Wira dan seisinya. Yang ga gue tau adalah siapa Wira sebenarnya? Apa mungkin gue bakal tau? Gimana caranya? Gue ga punya muka yang bener. Bahkan bakal banyak muka yang gue tunjukkin di depan orang-orang. Kenapa mesti gue? Kenapa mesti Wira? Kenapa mesti Tita? Dan sekarang kenapa mesti Dena? “

*****

            Berasa beneran kesamber petir ya si Karra. Tapi nampaknya bukan petir keajaiban yang diinginkan Karra. Petir kali ini bukan petir biasa. Dalam perjalanan menuju kamar, Karra nampak lunglai dengan muka mendung yang hampir hujan. Di lorong asrama, Karra disambut dengan riuh orang-orang yang mengeluhkan nilai fisika. Karra sungguh tidak peduli dengan riuh itu dan nilai itu. Sesampainya di kamar, Karra pun langsung disambut oleh Septi dan Tita.
Septi: “ Karra, kenapa muka lu begitu? “ [heran]
Tita: “ Kenapa, Ra. Emang fisika lu bener berapa? “
Karra: “ Fisika gue jelek.” [meneteskan air mata]
Septi: “ Yaampun Karra, jangan nangis. Udah cupcup. “ [menenangkan Karra]
Tita: “ Fisika gue juga jelek kok, Ra. Tenang aja.”

“ Gue nangis gara-gara tu fisika? Ya ngga lah. Dosa apa gue mesti ngedosa begini. Jadi muka dua banget gue. Should be this a white lies for whom I sacrifice more than anyone? It’s not just a fairy tale, it’s too drama. And now, the truly drama queen is me.”

- to be continued -

Leave a Reply

Other Blog

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

About Me

Followers