The King Of Norak
Alkisah dua setengah tahun lalu, di suatu
kampus yang hijau permai bersih nan asri mewangi, bergerumunlah para mahasiswa-mahasiswi
baru yang tampak semangat-semangatnya memulai dunia baru mereka. Namun tidak
untuk sebagian kecil atau mungkin sebagian besar mahasiswa/mahasiswi nya pada
hari itu.
Suatu malam di salah satu asrama, di sebuah
kamar yang sangat indah, tertata rapih, bersih, dan mewangi, hiduplah dua
sejoli, Karra dan Septi, yang ditakdirkan untuk berbagi kamar berdua. Malam itu
Karra dan Septi dikagetkan oleh suatu kabar burung (asli) yang tentunya
mengagetkan.
Karra:
“ Apaaaaa? Ruang kuliah penggantinya jauh bangeeeet, pagi-pagi buta lagi. Deuh
malesin banget ga sih, Sep?”
Septi:
“ Huhu iya gue juga males. Kita kesana gimana ya? Kan belom ada bis pagi-pagi
buta begitu.”
Karra:
“ Yah, terpaksa deh, jaki (jalan kaki).”
Septi:
“ Huhu, iya, jauh banget lagi dari sini. Bangun pagi lu besok, jangan kebo, haha.
”
Karra:
“ Iya. Kalo ga bangun-bangun juga siram
aja gue, haha.”
Septi:
“ Ahahahah okelah.”
*****
Keesokan paginya, seperti biasa, Septi bangun
lebih dulu dibanding Karra. Lalu Karra? Jangan ditanya. Karra tentunya masih
menggeliat-geliat di kasur empuk berselimutkan seprei orange cerah bergambar jerapah
lucu itu. Dengan muka bantalnya, Karra terpaksa terbangun karena suara jam beker alami dari Septi.
Septi:
“ Karraaaa banguuuun! Gue uda siap-siap mau mandi nih.”
Karra:
“ Apa hoam. Iyaaaa bentar masih ngantuk.”
Septi:
“ Buru gih, ntar keburu banyak yang ngantri loh.”
Karra:
“ Iya Sep, lu mandi gih sana. Ntar gue abis lu. Take in ya, haha.”
Septi:
“ Ye dasar Karra. Jangan lama-lama lu mandi.”
Karra:
“ Iya Septiku. Lu kayak gatau aja mandi gue kayak gimana, haha.”
Septi:
“ Awas lu kalo gue udah selesai mandi, lu ga bangun-bangun juga. Gue siram lu,
haha.”
Karra:
“ Iyaiya, hoam.”
Setengah jam kemudian, di jalan kampus nan
bersih dan tertata rapih, Karra dan Septi nampak bersemangat sekali (terpaksa) menuju
tempat kuliah dengan berjalan kaki, tentunya. Jalan itu sungguh mulus (dalam
arti konotatif) hingga tiba-tiba muncul lah suatu halang rintang yang membuat
jalanan itu tidak mulus lagi.
Septi:
“ Ra, cepet-cepet yuk jalannya. Udah jam segini.”
Karra:
“ Iya ni daritadi juga kan udah cepet-cepet Sep. Sampe ngos-ngosan gue, hoah.”
Septi:
“ Ra, ra, ra, raaaa.”
Karra:
“ Apaan Sep, sep, sep? ”
Septi:
“ Ada anjing noh, Ra, di seberang. Hoaaa.”
Karra:
” Hoh iyaaa, tu anjing liat-liat kesini lagi. Hoaaa nyamperiiiiin kitaaaa Sep.”
Septi:
“ Lariiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii Raaaaaaaaa.”
Karra:
“ Hoaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.”
Alhasil, Septi dan Karra pun lari
sekuat-kuatnya, sekencang-kencangnya, setiba-tibanya di ruang kuliah. Secara ya
tu anjing ngejar-ngejar, coba diem aja tu anjing, ga bakal lari-lari lah
mereka. Tapi ya secara juga mereka lari duluan, ya gimana tu anjing ga
ngejar-ngejar ngeliat mereka lari. Jadi serba salah kan, haha.
*****
Setibanya di depan ruang kuliah yang notabene
nya tinggi banget. Maksudnya, tu ruang kuliah ada di lantai paling atas dan
cuma bisa diakses pake tangga. Secara lift satu-satunya yang katanya gaul itu
belum beroperasi pagi-pagi buta begitu. Oyaampun, gimana ga makin ngos-ngosan
tu anak dua, haha.
Karra:
“ Yaaah, pintunya masih dikunci, Sep.”
Septi:
“ Oyaampun. Gatau apa perjuangan kita ke sini. Ternyataaa.”
Karra:
“ Dan ternyata juga, kita yang pertama dateng, Sep.”
Septi:
“ Demi? Duduk dulu lah sini, Ra. Ngaso.”
Beberapa menit kemudian, murid-murid lainnya
pun satu per satu mulai bermunculan. Dan yang ditunggu-tunggu pun akhirnya
datang juga, bapak pemegang kunci! Haha. Itu ruangan ternyata kecil dan muridnya banyak, ya
jadinya pada berebutan tempat duduk deh. Alhasil, Karra dan Septi dapet tempat
duduk di belakang. Padahal mereka dateng paling awal.
*****
Dua jam penderitaan akhirnya usai sudah.
Gimana ga menderita. Orang-orang yang dapet duduk di belakang kasihan banget
loh. Udah tulisan slidenya kecil-kecil ngeblur, suara dosennya kecil pula, tapi
yang bikin kesel ya orang-orang yang pada duduk di depan itu ga kecil malah pada
gede-gede. Makin menderita lah mereka yang termasuk geng terduduk di belakang,
haha.
Karra:
“ Hoah akhirnyaaaa. Jadi ngantuk lagi gue tadi. Apaan coba kuliah begitu
ceritanya.”
Septi:
“ Huhu, gue juga. Uda dateng paling pagi plus olahraga pagi (dikejar-kejar
anjing) eh malah-malah.”
Karra:
“ Yaudah lah ya. Yang penting sekarang selesai. Bisa balik naek bis kan jam
segini, haha.”
Septi:
“ Eh Ra, turunnya naek lift aja yuk. Kita kan ga bisa nyobain itu tadi, haha.”
Karra:
“ Ahaha, yuk yuk.”
Entah, mungkin karena masih murid baru kali
ya, jadi pada banyak juga yang penasaran pengen nyobain itu lift. Secara, aset
mewah itu cuma satu-satunya disitu, di tempat lain di kampus ga ada. Norak ya
tu murid-murid dan mungkin Karra dan Septi bakal terlibat kenorakan itu juga,
haha.
Karra:
“ Hoaaaa sep, itu kebuka pintu lift nya, tapi uda banyak yang masuk.”
Septi:
“ Eh itu masih ada tempat, Ra, muat kok tu kayaknya. Yuk buru.”
Karra dan Septi pun akhirnya mendapatkan
tempat yang cukup layak di dalam lift itu, di pojokan kanan deket pintu, eh
pojokan kiri deh, eh itu sih tergantung sudut pandang orang yang ngeliat ya,
haha. Pintu lift baru mulai menutup dan tiba-tiba, jeblak! Karra dan Septi yang
ada di barisan terdepan lift spontan kaget dan orang-orang di dalam lift itu
juga mungkin sebagian besar cukup kaget, kaget lah ya. Diiringi seruan
segerombol orang di luar lift, lalu muncullah sesosok lelaki, eh cowo maksudnya,
yang berhasil memasuki lift di antara dua ujung pintu lift yang baru akan mulai
menutup itu.
Segerombol
orang: “ Ra, ngapain lu nyempil-nyempil disitu? Uda penuh itu, pake tangga aja.
“
Wira:
“ Muat kok. Gue mau nyobain naek lift. Daaa, haha.”
Dan akhirnya pintu lift pun menutup
dengan sempurna. Segerombolan geng lift norak itu pun makin kaget. Secara ya
itu bocah cowo sendiri di dalem lift di antara cewe-cewe. Bertambahlah satu
lagi anggota geng lift norak, mungkin boleh lah ya tu cowo dibilang The King of Norak saking obsesinya naek
lift. Dilihat dari posisi tempat berdiri tu cowo di dalem lift, kayanya ga
menguntungkan deh buat Karra atau justru menguntungkan?
Tadinya tempat Karra dan Septi tuh udah layak ya, eh tiba-tiba jadi ga layak
gara-gara kehadiran itu cowo. Septi masih mending, nah Karra? Gimana mau layak
buat Karra. Itu cowo pas banget di depan Karra dengan jarak yang oyaampun itu
deket ya, ada kali setengah panjang penggaris buffalo 30 cm. Ditambah lagi
saling hadap-hadapan pula mereka. Karra diem mematung ga bisa berkutik dong
jadinya, salah gerak dikit bisa-bisa berabe, haha. Untungnya tu cowo lebih
tinggi dari Karra, jadi ga muka pas muka ya, haha. Karra jadi penasaran pengen
ngeliat jelas muka The King of Norak itu. Karra pun mendongakkan kepalanya
sedikit, lalu? Tanpa sengaja mata kedua anak adam dan hawa itu saling bertemu. Karra
spontan kaget lalu buru-buru mengalihkan pandangan. Demi, Karra pun bergumam
dalam hati.
“ Oyaampun ini cowo sumpah
norak banget. Dia kira ini lift cuma jalan sekali apa terus bakal ga jalan lagi
selama-lamanya. Nunggu abis ini kan bisa kali, menuh-menuhin aja, bikin sempit,
huh. Udah pake acara sinetron segala
tiba-tiba nyusup ke dalem lift yang jelas-jelas uda mau nutup (misal kalo
di sinetron nih ya, adegan kayak gini ini terjadi ketika tiba-tiba nemuin pujaan hati yang uda lama ngilang terus
akhirnya dipertemukan kembali di dalam lift dan sayang sekali lift nya uda mau
nutup jadi terpaksa menembus pintu lift yang hampir tertutup itu, demi cinta,
sekian). Tapi ini keadaan kan normal-normal aja, ga ada syuting sinetron disini
woi. Berarti emang tu cowo yang agak-agak. Eh tapi kenapa juga gue mesti sewot
begini, kenal juga enggak, nanti juga belum tentu sekelas lagi. Hmmm. Tapi tadi pas tatap-tatapan, kok gue
ngerasaaaa … ??? aneh.“
-to be continued-