In The Lift, We First Meet (1)


The King Of Norak


Alkisah dua setengah tahun lalu, di suatu kampus yang hijau permai bersih nan asri mewangi, bergerumunlah para mahasiswa-mahasiswi baru yang tampak semangat-semangatnya memulai dunia baru mereka. Namun tidak untuk sebagian kecil atau mungkin sebagian besar mahasiswa/mahasiswi nya pada hari itu.
Suatu malam di salah satu asrama, di sebuah kamar yang sangat indah, tertata rapih, bersih, dan mewangi, hiduplah dua sejoli, Karra dan Septi, yang ditakdirkan untuk berbagi kamar berdua. Malam itu Karra dan Septi dikagetkan oleh suatu kabar burung (asli) yang tentunya mengagetkan.
Karra: “ Apaaaaa? Ruang kuliah penggantinya jauh bangeeeet, pagi-pagi buta lagi. Deuh malesin banget ga sih, Sep?”
Septi: “ Huhu iya gue juga males. Kita kesana gimana ya? Kan belom ada bis pagi-pagi buta begitu.”
Karra: “ Yah, terpaksa deh, jaki (jalan kaki).”
Septi: “ Huhu, iya, jauh banget lagi dari sini. Bangun pagi lu besok, jangan kebo, haha. ”
Karra: “ Iya. Kalo ga bangun-bangun  juga siram aja gue, haha.”
Septi: “ Ahahahah okelah.”

*****

Keesokan paginya, seperti biasa, Septi bangun lebih dulu dibanding Karra. Lalu Karra? Jangan ditanya. Karra tentunya masih menggeliat-geliat di kasur empuk berselimutkan seprei orange cerah bergambar jerapah lucu itu. Dengan muka bantalnya, Karra terpaksa terbangun karena suara jam beker alami dari Septi.
Septi: “ Karraaaa banguuuun! Gue uda siap-siap mau mandi nih.”
Karra: “ Apa hoam. Iyaaaa bentar masih ngantuk.”
Septi: “ Buru gih, ntar keburu banyak yang ngantri loh.”
Karra: “ Iya Sep, lu mandi gih sana. Ntar gue abis lu. Take in ya, haha.”
Septi: “ Ye dasar Karra. Jangan lama-lama lu mandi.”
Karra: “ Iya Septiku. Lu kayak gatau aja mandi gue kayak gimana, haha.”
Septi: “ Awas lu kalo gue udah selesai mandi, lu ga bangun-bangun juga. Gue siram lu, haha.”
Karra: “ Iyaiya, hoam.”
Setengah jam kemudian, di jalan kampus nan bersih dan tertata rapih, Karra dan Septi nampak bersemangat sekali (terpaksa) menuju tempat kuliah dengan berjalan kaki, tentunya. Jalan itu sungguh mulus (dalam arti konotatif) hingga tiba-tiba muncul lah suatu halang rintang yang membuat jalanan itu tidak mulus lagi.
Septi: “ Ra, cepet-cepet yuk jalannya. Udah jam segini.”
Karra: “ Iya ni daritadi juga kan udah cepet-cepet Sep. Sampe  ngos-ngosan gue, hoah.”
Septi: “ Ra, ra, ra, raaaa.”
Karra: “ Apaan Sep, sep, sep? ”
Septi: “ Ada anjing noh, Ra, di seberang. Hoaaa.”
Karra: ” Hoh iyaaa, tu anjing liat-liat kesini lagi. Hoaaa nyamperiiiiin kitaaaa Sep.”
Septi: “ Lariiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii Raaaaaaaaa.”
Karra: “ Hoaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.”
Alhasil, Septi dan Karra pun lari sekuat-kuatnya, sekencang-kencangnya, setiba-tibanya di ruang kuliah. Secara ya tu anjing ngejar-ngejar, coba diem aja tu anjing, ga bakal lari-lari lah mereka. Tapi ya secara juga mereka lari duluan, ya gimana tu anjing ga ngejar-ngejar ngeliat mereka lari. Jadi serba salah kan, haha.

*****

Setibanya di depan ruang kuliah yang notabene nya tinggi banget. Maksudnya, tu ruang kuliah ada di lantai paling atas dan cuma bisa diakses pake tangga. Secara lift satu-satunya yang katanya gaul itu belum beroperasi pagi-pagi buta begitu. Oyaampun, gimana ga makin ngos-ngosan tu anak dua, haha.
Karra: “ Yaaah, pintunya masih dikunci, Sep.”
Septi: “ Oyaampun. Gatau apa perjuangan kita ke sini. Ternyataaa.”
Karra: “ Dan ternyata juga, kita yang pertama dateng, Sep.”
Septi: “ Demi? Duduk dulu lah sini, Ra. Ngaso.”
Beberapa menit kemudian, murid-murid lainnya pun satu per satu mulai bermunculan. Dan yang ditunggu-tunggu pun akhirnya datang juga, bapak pemegang kunci! Haha. Itu  ruangan ternyata kecil dan muridnya banyak, ya jadinya pada berebutan tempat duduk deh. Alhasil, Karra dan Septi dapet tempat duduk di belakang. Padahal mereka dateng paling awal.

*****

Dua jam penderitaan akhirnya usai sudah. Gimana ga menderita. Orang-orang yang dapet duduk di belakang kasihan banget loh. Udah tulisan slidenya kecil-kecil ngeblur, suara dosennya kecil pula, tapi yang bikin kesel ya orang-orang yang pada duduk di depan itu ga kecil malah pada gede-gede. Makin menderita lah mereka yang termasuk geng terduduk di belakang, haha.
Karra: “ Hoah akhirnyaaaa. Jadi ngantuk lagi gue tadi. Apaan coba kuliah begitu ceritanya.”
Septi: “ Huhu, gue juga. Uda dateng paling pagi plus olahraga pagi (dikejar-kejar anjing) eh malah-malah.”
Karra: “ Yaudah lah ya. Yang penting sekarang selesai. Bisa balik naek bis kan jam segini, haha.”
Septi: “ Eh Ra, turunnya naek lift aja yuk. Kita kan ga bisa nyobain itu tadi, haha.”
Karra: “ Ahaha, yuk yuk.”
Entah, mungkin karena masih murid baru kali ya, jadi pada banyak juga yang penasaran pengen nyobain itu lift. Secara, aset mewah itu cuma satu-satunya disitu, di tempat lain di kampus ga ada. Norak ya tu murid-murid dan mungkin Karra dan Septi bakal terlibat kenorakan itu juga, haha.
Karra: “ Hoaaaa sep, itu kebuka pintu lift nya, tapi uda banyak yang masuk.”
Septi: “ Eh itu masih ada tempat, Ra, muat kok tu kayaknya. Yuk buru.”
Karra dan Septi pun akhirnya mendapatkan tempat yang cukup layak di dalam lift itu, di pojokan kanan deket pintu, eh pojokan kiri deh, eh itu sih tergantung sudut pandang orang yang ngeliat ya, haha. Pintu lift baru mulai menutup dan tiba-tiba, jeblak! Karra dan Septi yang ada di barisan terdepan lift spontan kaget dan orang-orang di dalam lift itu juga mungkin sebagian besar cukup kaget, kaget lah ya. Diiringi seruan segerombol orang di luar lift, lalu muncullah sesosok lelaki, eh cowo maksudnya, yang berhasil memasuki lift di antara dua ujung pintu lift yang baru akan mulai menutup itu.
Segerombol orang: “ Ra, ngapain lu nyempil-nyempil disitu? Uda penuh itu, pake tangga aja. “
Wira: “ Muat kok. Gue mau nyobain naek lift. Daaa, haha.”
            Dan akhirnya pintu lift pun menutup dengan sempurna. Segerombolan geng lift norak itu pun makin kaget. Secara ya itu bocah cowo sendiri di dalem lift di antara cewe-cewe. Bertambahlah satu lagi anggota geng lift norak, mungkin boleh lah ya tu cowo dibilang The King of Norak saking obsesinya naek lift. Dilihat dari posisi tempat berdiri tu cowo di dalem lift, kayanya ga menguntungkan deh buat Karra atau justru menguntungkan?
            Tadinya tempat Karra dan  Septi  tuh udah layak ya, eh tiba-tiba jadi ga layak gara-gara kehadiran itu cowo. Septi masih mending, nah Karra? Gimana mau layak buat Karra. Itu cowo pas banget di depan Karra dengan jarak yang oyaampun itu deket ya, ada kali setengah panjang penggaris buffalo 30 cm. Ditambah lagi saling hadap-hadapan pula mereka. Karra diem mematung ga bisa berkutik dong jadinya, salah gerak dikit bisa-bisa berabe, haha. Untungnya tu cowo lebih tinggi dari Karra, jadi ga muka pas muka ya, haha. Karra jadi penasaran pengen ngeliat jelas muka The King of Norak itu. Karra pun mendongakkan kepalanya sedikit, lalu? Tanpa sengaja mata kedua anak adam dan hawa itu saling bertemu. Karra spontan kaget lalu buru-buru mengalihkan pandangan. Demi, Karra pun bergumam dalam hati.

“ Oyaampun ini cowo sumpah norak banget. Dia kira ini lift cuma jalan sekali apa terus bakal ga jalan lagi selama-lamanya. Nunggu abis ini kan bisa kali, menuh-menuhin aja, bikin sempit, huh. Udah pake acara sinetron segala  tiba-tiba nyusup ke dalem lift yang jelas-jelas uda mau nutup (misal kalo di sinetron nih ya, adegan kayak gini ini terjadi ketika tiba-tiba  nemuin pujaan hati yang uda lama ngilang terus akhirnya dipertemukan kembali di dalam lift dan sayang sekali lift nya uda mau nutup jadi terpaksa menembus pintu lift yang hampir tertutup itu, demi cinta, sekian). Tapi ini keadaan kan normal-normal aja, ga ada syuting sinetron disini woi. Berarti emang tu cowo yang agak-agak. Eh tapi kenapa juga gue mesti sewot begini, kenal juga enggak, nanti juga belum tentu sekelas lagi. Hmmm.  Tapi tadi pas tatap-tatapan, kok gue ngerasaaaa … ???  aneh.“

-to be continued-

Leave a Reply

Other Blog

Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

About Me

Followers